Rabu, 20 Februari 2019

Masalah dan Hakikat Diri

MASALAH DAN HAKIKAT DIRI


p
ertanyaan yang paling sering kita dengar dalam kontek berbangsa adalah : Kenapa kita sebagai bangsa belum juga bisa keluar dari krisis multi-dimensi? Penekanan pertanyaan tersebut adalah pada faktor ekonomi. Pertanyaan itu mengasumsikan bahwa keadaan disebut krisis manakala persoalan ekonomi bermetamorfose menjadi monster yang menakutkan : bank-bank pailit, industry macet, BBM naik, inflasi menggila, daya beli menurun. Tidak salah, tetapi harus segera digarisbawahi bahwa, keadaan seperti itu hanyalah ‘akibat’. Dan ‘sebab’ nya ada pada manusianya.
                Manusia memiliki dua sisi : baik dan buruk. Aktualisasi sifat-sifat baik menghasilkan budaya dan peradaban. Aktualisasi sifat-sifat buruk melahirkan krisis dan kebiadaban. Semakin kuat seseorang mengembangkan sifat-sifat baiknya semakin tinggi tingkat budaya danperadaban orang tersebut. Sebuah bangsa yang diisi orang-orang seperti ini akan menjadi bangsa yang besar; bangsa yang berbudaya tinggi dan berperadaban maju. Masyarakatnya makmur dan sejahtera.
                Sebaliknya, manusia yang memelihara dan mengembangkan sifat-sifat buruknya akan menjadi pribadi yang lambat laun akan terseret ke dalam krisis dan kebiadaban. Penampilannya menjadi sangar, berwajah monster, menakutkan dan sarat dengan kepalsuan-kepalsuan. Kalau orang seperti ini yang menghuni sebuah Negara, maka Negara tersebut akan mudah terjebak ke dalam pertentangan kepentingan: antar pribadi dan antar kelompok, dengan menyeret massa ke dalamnya.
                Kalau anda ingin menemukan jawaban atas pertanyaan tadi, mau tidak mau anda harus menyelam ke kedalaman DIRI manusianya yang menjadi ‘sebab’ atas semuanya. Selama penyelaman ini tidak dilakukan, selama itu pula anda hanya menemukan jawaban-jawaban yang bersifat semu. Ekonomi suatu saat boleh saja tertangani, lapangan kerja tercipta, tabungan masyarkat meningkat, tapi krisis belum tentu berakhir. Bukankah krisis terjadi di setiap lini kehidupan kita? Ada di pemerintahan, ada di masyarakat, ada di keluarga, ada di sekolah-sekolah,  bahkan bisa ada di tempat-tempat keagamaaan. Dan itu semualah yang memicu terjadinya krisis ekonomi. Karena krisis ekonomi, kalau anda masih ingat, sebenarnya bermula pada krisis kepercayaan. Yaitu hilangnya kepercayaan Negara lain pada mata uang kita. Hilangnya kepercayaan pada tatanan sosial kita. Ekonomi hanyalah puncak dari segala krisis itu. Sedangkan dasarnya tetap Manusianya.
 


2 komentar:

  1. Yap, yang terpenting harus tetap cerdik dan bijak. Berkembang atau tidaknya suatu bangsa bukan hanya tergantung pada siapa dan bagaimana pemimpinnya tapi juga pada setiap individu masyarakatnya. Semakin bijak individu masyarakat nya semakin kecil 'akibat' buruknya pada bangsa.

    BalasHapus
  2. Ya intinya kembali pada diri sendiri kita. Jangan selalu nyinyir cari2 kesalahan orang lain.

    BalasHapus